Rabu, 12 November 2014

Tugas Ke 4 : UTS MK Reformasi Administrasi dan Governance



Nama : Noviandy Candra
Nim : 2012210059
Prodi : Ilmu Administrasi Negara
Fakultas : Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

ABSTRAK
Reformasi Administrasi merupakan suatu usaha secara sadar dan terencana untuk mengubah struktur dan prosedur birokrasi serta sikap dan perilaku birokrasi. Reformasi bermakna sebagai suatu pembaharuan tanpa merusak dan bukan merupakan perubahan yang dilakukan secara radikal.  Reformasi dilakukan untuk mengubah tujuan dan berpengaruh terhadap kebijakan publik. Hakekat Reformasi yaitu dari adanya kegagalan atau patologi yang terjadi, misalnya  “Status Quo”. Tidak sedikit orang yang senang diposisi “Status Quo”, kerena mereka tidak suka dengan adanya perubahan dan tidak ingin posisi mereka digantikan. Hal seperti inilah yang merupakan kegagalan dan patologi yang sedang terjadi di indonesia. Sehingga diperlukanya suatu pembaharuan yang direncanakan secara rasional dan konsisten dalam pembuatan kebijakan untuk mengubah suatu tujuan, sehingga diharapkan dapat mewujudkan keadilan sosial secara efektif dan efisien. Reformasi Administrasi diidentikan dengan usaha untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas organisasi. Sehingga dalam pelaksanaannya dibutuhkan seorang pemimpin masa depan yang benar-benar tidak suka dengan “Status Quo” dan selalu ingin melakukan perubahan dan pembaharuan  dalam sikap dan tindakan untuk peningkatan  pembangunan di Indonesia. Salah satu langkah pemerintah dalam reformasi administrasi adalah dengan melalui perampingan organisasi birokrasi di  16  Kementerian/Lembaga.  Reformasi  Administrasi dipandang  perlu  dilakukan  mengingat  organisasi  Kementerian/Lembaga  di  Indonesia dinilai  sangat  gemuk  sehingga  menjadi  tidak efektif dan efisien,  baik  dari  sisi  anggaran  maupun kepegawaian.  Dari  sudut  Teori  Reformasi  Adminstrasi,  tindakan  pemerintah  Indonesia sudah  tepat,  namun  perlu  mengingat  akan  adanya  hambatan  berupa  penolakan yaitu bagi mereka yang suka dengan “Status Quo” untuk tidak melakukan perubahan.  Oleh karena itu, Kebijakan yang dibuat oleh pemimpin, dalam hal ini adalah pemerintah haruslah benar-benar  untuk kemajuan Indonesia.
Kata Kunci : Reformasi Administrasi, Kebijakan, dan Status Quo.

1.           Reformasi Administrasi di Indonesia dalam Perspektif Teori
Pemerintah  Indonesia  saat  ini  sedang gencar-gencarnya  mendengungkan  reformasi birokrasi.  Dalam  literatur  yang  ada,  reformasi birokrasi  sesungguhnya  tidak  dikenal.  Reformasi birokrasi  yang  dimaksud  dalam  pemerintahan ndonesia  lebih  dikenal  sebagai  reformasi administrasi.
Hahn  Been  Lee  dalam  Leemans, mengatakan bahwa pada prinsipnya tujuan setiap reformasi  administrasi  ada  tiga  yaitu:  (1)  untuk peningkatan  tata  kelola;  (2)  untuk  peningkatan metode; dan (3) untuk peningkatan kinerja.
Hahn  Been  Lee  mengatakan  bahwa bentuk  administrasi  sebuah  negara  akan menentukan  model  reformasi  birokrasi yang  akan  dilakukannya.  Hahn-Been  Lee mengklasifikasikan  bentuk-bentuk  birokrasi dari  sudut  reformasi  administrasi  di  negara-negara berkembang yaitu: (a)  Closed Bureaucracy; (b)  Mixed  Bureaucracy;  dan  (c)  Open Bureaucracy.  Dalam  pemerintahan  dengan  closed bureaucracy,  ciri  utama  dari  model  ini  antara lain  diperlihatkan  oleh  masih  kentalnya  aspek pengaruh  elit  dan  hak  istimewa  di  dalamnya. Selain  itu,  para  pegawai  memiliki  budaya  kerja yang  bertanggung  jawab  atas  pelayanan  yang diberikan  serta  memiliki  semangat  yang  tinggi. Meskipun  demikian,  para  pegawai  birokrasi model  ini  bekerja  di  bawah  aturan  yang  bersifat senioritas.  Ciri  lainnya,  birokrasi  model  ini cenderung  tidak  harmonis,  seperti  hubungannya dengan  militer  dengan  kelompok  bisnis  atau dengan  pers.  Model  birokrasi  ini  memiliki  daya tahan terhadap gelombang perubahan sosial yang akan  terjadi,  meskipun  gejolak  tersebut  datang dari kelompok baru yang lebih memiliki posisi di mata  masyarakat.  Hal  ini  dikarenakan  besarnya kekuatan  politik  yang  dapat  digunakan  oleh mesin  birokrasi  untuk  membendung  tuntutan kelompok baru tersebut.
Dalam  model  mixed  bureaucracy,  dapat dilihat  ciri  antara  lain  terdapat  hubungan antara  birokrasi  dengan  masyarakat,  meskipun hubungan  tersebut  terbatas.  Hubungan  tersebut terjadi ketika seseorang atau individu ditugaskan untuk  membantu  pemerintahan  yang  lemah, seperti  pemerintahan  yang  membutuhkan keahlian  statistik,  perencanaan  ekonomi  dan promosi. Individu dan tenaga ahli tersebut dapat berasal  dari  universitas,  lembaga  penelitian  atau unit  militer.  Keterlibatan  masyarakat  tersebut selanjutnya  membuat  pemerintah  semakin fleksibel  dalam  proses  rekrutmen.  Perubahan yang  mendasar  dalam  struktur  birokrasi  model ini  terjadi  ketika  ada  pergolakan  sosial  dan politik  seperti  perang,  revolusi  atau  kudeta. Pada  titik  tersebut,  birokrasi  akan  menerima infusi  yang  besar  dari  kelompok  sosial  lainnya. Ketika model ini diterapkan, banyak standar dan prosedur rekrutmen serta promosi berubah guna mendukung kelompok baru.
Model  selanjutnya  yaitu  open  bureaucracy . Birokrasi  terbuka  memiliki  pola  rekrutmen  yang relatif  fleksibel.  Setiap  orang  yang  memenuhi syarat  dapat  masuk  ke  birokrasi.  Selain  itu, standar  masuk  dalam  hal  pendidikan  dan pengalaman  tidak  terlalu  kaku.  Berbagai  kontak dan  pertukaran  terjadi  antara  pemerintah  dan industri.  Partai  politik  berkuasa  dan  pengaruh mereka terhadap birokrasi lebih bersifat langsung. Birokrasi  menjadi  dipolitisir  dan  legislatif  atau partai sering mempengaruhi dan intervensi. Pintu birokrasi  harus  terbuka  lebar  yang  diikuti  juga oleh  pintu  di  luar  itu  birokrasi.  Hal  lain  yang harus diperhatikan dalam birokrasi terbuka yaitu prosedur baru dan organisasi yang sederhana.

2.           Tantangan Reformasi Administrasi di Indonesia
Jika  dilihat  reformasi  administrasi Indonesia dan model birokrasinya, maka birokrasi terbuka masih tetap relevan menunjukkan model birokrasi  Indonesia.  Hal  ini  ditandai  dari  sudah terbukanya  pola  rekrutmen  yang  relatif  fleksibel, di mana birokrasi yang diisi oleh Pegawai Negeri Sipil  (PNS),  dapat  diisi  oleh  orang-orang  dari luar  PNS  (walaupun  selanjutnya  kemudian diberikan  status  PNS),  asalkan  memenuhi syarat  yang  ditentukan.  Hal  ini  memungkinkan masuknya  orang-orang  di  sektor  swasta  ke dalam  pemerintah.  Sekalipun,  pengaruh  secara langsung  partai  politik  dijaga  ketat  agar  tidak terjadi dengan berbagai peraturan yang mengatur kenetralan birokrasi.
Dengan kenyataan tersebut, maka reformasi birokrasi  yang  tepat  untuk  dilakukan  dengan menyederhanakan  organisasi.  Penyederhanaan organisasi terhadap ke-16 Kementerian/Lembaga dalam  perspektif  Hahn  Been  Lee  sudah  tepat. Penyederhaan tersebut akan dapat meningkatkan kinerja pemerintahan. Pekerjaan dilakukan secara efisien,  dan  akibatnya  penghematan  anggaran apat digunakan untuk kegiatan pembangunan.
Akan  tetapi,  Caiden  memberikan peringatan  bahwa  proses  reformasi  administrasi akan  menimbulkan  banyak  hambatan,  antara lain:
1.         Tidak ada yang  ingin  mengoreksi  sistem adminitrasi  yang  sudah  berjalan,  mungkin karena  mereka  menganggap  sistem  itu merupakan  kenyataan  yang  sulit  untuk dirubah,  atau  masyarakat  tidak  menyukai orang-orang  yang  tidak  tunduk  pada  sistem yang berlaku.
2.       Tidak  adany orang yang sanggup merumuskan rencana  perubahan  dengan baik dan efektif.  Untuk  merumuskan proposal  reformasi  diperlukan  pengetahuan yang  cukup.  Informasi  yang  dibutuhkan mungkin  tidak  tersedia,  tidak  akurat,  tidak tepat  atau  terdistorsi,  atau  tidak  berguna sama sekali.
3.         Tidak  adanya  advokasi  pembaharuan,  tidak cukup  dukungan, dan  tidak  ada  pemimpin yang mau mengambil alih inisiatif reformasi. Akar  masalahnya  mungkin  ekonomi  dan kurangnya sumber daya. Reformasi dianggap hanya  akan  merugikan  mereka  yang mendapatkan  dan  menikmati  keuntungan dari sistem seperti ini. Tidak  adanya  kepentingan  untuk memperbaiki  kinerja  administrasi  yang sudah ada karena administrasi dianggap tidak memiliki nilai, sementara di lain sisi, kinerja rendah biasanya dapat diterima dan ditolerir. Hal  ini  disebabkan  masalah  sosial  atau ekonomi.  Orang  tidak  perduli  pada  sistem administrasi yang bobrok selagi dirinya tidak dirugikan.
Caiden  juga  menekankan  bahwa  salah satu  yang  mempengaruhi  berjalannya  reformasi administrasi  adalah  politik.  Dalam  sebuah negara  demokrasi  dengan  sistem  multi  partai, administrasi  biasanya  berada  di  luar  politik. Reformasi  dapat  berjalan  tanpa  campur  tangan politik.  Hubungan  antara  reformasi  administrasi dan politik antara lain dinyatakan sebagai berikut: (1) Sistem  pemerintah  daerah  yang  kuat  akan lebih  gampang  menerima  reformasi  di  daerah, akan  tetapi  cenderung  menjadi  penghambat reformasi  di  tingkat  nasional;  (2)  Bila  eksekutif dan  legislatif  dikuasai  oleh  partai  yang  sama, reformasi  akan  lebih  mudah  diterima;  (3)  Bila legislatif  dikuasai  oleh  partai  yang  berbeda, penolakan  terhadap  reformasi  akan  lebih  terasa; (4)  Pemerintah  yang  dikuasai  oleh  satu  partai berkuasa  akan  lebih  mudah  menerima  reformasi ketimbang  pemerintah  koalisi;  (5)  Sistem pemerintah yang berkuasa dengan jaminan waktu berkuasa yang jelas akan lebih mudah menerima reformasi;  (6)  Partai  berideologi  cenderung susah  menerima  reformasi  yang  tidak  sejalan denga ideologinya; (7) Sistem politik yang lemah cenderung  menolak  reformasi;  (8)  Demikian juga pimpinan politik yang kuat cenderung akan berhasil  dalam  gerakan  reformasi  ketimbang pimpinan  politik  yang  lemah;  dan  (9)  Sistem administrasi  yang  dipengaruhi  politik  cenderung lebih  susah  menerima  reformasi  ketimbang  yang tidak dipengaruhi politik.
Terkait dengan peran pimpinan politik, ada sejarah negara yang berhasil melakukan reformasi administrasi  karena  pimpinan  politiknya,  antara lain Singapura yang mampu menjadi negara maju melalui reformasi administrasinya.

3.           REKOMENDASI
Sebagai  sebuah  negara  yang  model birokasinya lebih terbuka, reformasi administrasi yang  dilakukan  dengan melakukan perampingan organisasi  sudah  tepat  dilakukan.  Reformasi administrasi  ini  sudah  tentu  akan  mendapat berbagai  macam  hambatan,  terutama  dari  segi politik, mengingat hadirnya koalisi dalam kabinet pemerintah.
Untuk  mengatasi  hambatan  politik tersebut,  sudah  tentu  peran  pemimpin  politik, baik  di  tingkat  partai  politik,  terlebih  lagi  dari Presiden  yang  kuat,  sangat  dibutuhkan  untuk dapat  memperlancar  berjalannya  reformasi administrasi  dalam  menciptakan  birorasi yang  dapat  meningkatkan  kinerjanya  untuk memberikan  pelayanan  yang  maksimal  kepada masyarakat. Itu artinya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono  saat  ini  harus  berani  meneruskan rekomendasi  dari  hasil  audit  evaluasi  organisasi yang  dibentuk  oleh  Wakil  Presiden  secara  cepat, tanpa  kepentingan  politik  menghadapi  Pemilu 2014.
DPR-RI  sebagai  lembaga  politik,  dapat memberikan  dukungan  kepada  Presiden melalui  Kementerian  PAN  dan  RB  dalam  upaya merampingkan birokrasi di seluruh Kementerian/ Lembaga.  Selain mempertanyakan  pelaksanaan reformasi  melalui  perampingan  organisasi  dalam rapat kerja juga melalui komitmen penghematan anggaran  Kementerian/Lembaga  dalam pembahasan  anggaran  di  Komisi  dan  Badan Anggaran.
Kerjasama  dengan  para  akademisi  dan pakar  atau  ahli  independen  sebagaimana dilakukan  dalam  reformasi  pada  birokrasi  model campuran  tetap  dapat  dilakukan  dalam  kasus Indonesia.  Hal  ini  mengingat  kontribusi  mereka terhadap penguatan bagi pemimpin politik dalam mengambil  keputusan  di  tengah  banyaknya kepentingan dari pihak koalisi di kabinet.