Nama : Noviandy Candra
Nim : 2012210059
Prodi : Ilmu Administrasi Negara
Fakultas : Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
ABSTRAK
Reformasi Administrasi merupakan suatu usaha secara sadar dan
terencana untuk mengubah struktur dan prosedur birokrasi serta sikap dan
perilaku birokrasi. Reformasi bermakna sebagai suatu pembaharuan tanpa merusak dan bukan
merupakan perubahan yang dilakukan secara radikal. Reformasi dilakukan untuk mengubah tujuan dan
berpengaruh terhadap kebijakan publik. Hakekat Reformasi yaitu dari adanya
kegagalan atau patologi yang terjadi, misalnya “Status Quo”. Tidak sedikit orang yang senang
diposisi “Status Quo”, kerena mereka tidak suka dengan adanya perubahan dan
tidak ingin posisi mereka digantikan. Hal seperti inilah yang merupakan kegagalan
dan patologi yang sedang terjadi di indonesia. Sehingga diperlukanya suatu
pembaharuan yang direncanakan secara rasional dan konsisten dalam pembuatan
kebijakan untuk mengubah suatu tujuan, sehingga diharapkan dapat mewujudkan
keadilan sosial secara efektif dan efisien. Reformasi
Administrasi diidentikan dengan usaha untuk meningkatkan efisiensi dan
efektifitas organisasi. Sehingga dalam pelaksanaannya dibutuhkan seorang
pemimpin masa depan yang benar-benar tidak suka dengan “Status Quo” dan selalu
ingin melakukan perubahan dan pembaharuan dalam sikap dan tindakan untuk
peningkatan pembangunan di Indonesia. Salah
satu langkah pemerintah dalam reformasi administrasi adalah dengan melalui
perampingan organisasi birokrasi di
16 Kementerian/Lembaga. Reformasi
Administrasi dipandang perlu dilakukan
mengingat organisasi Kementerian/Lembaga di
Indonesia dinilai sangat gemuk
sehingga menjadi tidak efektif dan efisien, baik
dari sisi anggaran
maupun kepegawaian. Dari sudut Teori Reformasi Adminstrasi,
tindakan pemerintah Indonesia sudah tepat,
namun perlu mengingat
akan adanya hambatan
berupa penolakan yaitu bagi
mereka yang suka dengan “Status Quo” untuk tidak melakukan perubahan. Oleh karena itu, Kebijakan yang dibuat oleh
pemimpin, dalam hal ini adalah pemerintah haruslah benar-benar untuk kemajuan Indonesia.
Kata Kunci : Reformasi Administrasi, Kebijakan, dan Status Quo.
1. Reformasi Administrasi di Indonesia dalam Perspektif Teori
Pemerintah Indonesia
saat ini sedang gencar-gencarnya mendengungkan
reformasi birokrasi. Dalam literatur
yang ada, reformasi birokrasi sesungguhnya
tidak dikenal. Reformasi birokrasi yang
dimaksud dalam pemerintahan ndonesia lebih
dikenal sebagai reformasi administrasi.
Hahn
Been Lee dalam
Leemans, mengatakan bahwa pada prinsipnya tujuan setiap reformasi administrasi
ada tiga yaitu:
(1) untuk peningkatan tata
kelola; (2) untuk
peningkatan metode; dan (3) untuk peningkatan kinerja.
Hahn
Been Lee mengatakan
bahwa bentuk administrasi sebuah
negara akan menentukan model
reformasi birokrasi yang akan
dilakukannya. Hahn-Been Lee mengklasifikasikan bentuk-bentuk
birokrasi dari sudut reformasi
administrasi di negara-negara berkembang yaitu: (a) Closed Bureaucracy; (b) Mixed
Bureaucracy; dan (c)
Open Bureaucracy. Dalam pemerintahan
dengan closed bureaucracy, ciri
utama dari model
ini antara lain diperlihatkan
oleh masih kentalnya
aspek pengaruh elit dan
hak istimewa di
dalamnya. Selain itu, para
pegawai memiliki budaya
kerja yang bertanggung jawab
atas pelayanan yang diberikan serta
memiliki semangat yang
tinggi. Meskipun demikian, para
pegawai birokrasi model ini
bekerja di bawah
aturan yang bersifat senioritas. Ciri
lainnya, birokrasi model
ini cenderung tidak harmonis,
seperti hubungannya dengan militer
dengan kelompok bisnis
atau dengan pers. Model
birokrasi ini memiliki
daya tahan terhadap gelombang perubahan sosial yang akan terjadi,
meskipun gejolak tersebut
datang dari kelompok baru yang lebih memiliki posisi di mata masyarakat.
Hal ini dikarenakan
besarnya kekuatan politik yang
dapat digunakan oleh mesin
birokrasi untuk membendung
tuntutan kelompok baru tersebut.
Dalam
model mixed bureaucracy,
dapat dilihat ciri antara
lain terdapat hubungan antara birokrasi
dengan masyarakat, meskipun hubungan tersebut
terbatas. Hubungan tersebut terjadi ketika seseorang atau
individu ditugaskan untuk membantu pemerintahan
yang lemah, seperti pemerintahan
yang membutuhkan keahlian statistik,
perencanaan ekonomi dan promosi. Individu dan tenaga ahli
tersebut dapat berasal dari universitas,
lembaga penelitian atau unit
militer. Keterlibatan masyarakat
tersebut selanjutnya membuat pemerintah
semakin fleksibel dalam proses
rekrutmen. Perubahan yang mendasar
dalam struktur birokrasi
model ini terjadi ketika
ada pergolakan sosial
dan politik seperti perang,
revolusi atau kudeta. Pada
titik tersebut, birokrasi
akan menerima infusi yang
besar dari kelompok
sosial lainnya. Ketika model ini
diterapkan, banyak standar dan prosedur rekrutmen serta promosi berubah guna
mendukung kelompok baru.
Model
selanjutnya yaitu open
bureaucracy . Birokrasi terbuka memiliki
pola rekrutmen yang relatif
fleksibel. Setiap orang
yang memenuhi syarat dapat
masuk ke birokrasi.
Selain itu, standar masuk
dalam hal pendidikan
dan pengalaman tidak terlalu
kaku. Berbagai kontak dan
pertukaran terjadi antara
pemerintah dan industri. Partai
politik berkuasa dan
pengaruh mereka terhadap birokrasi lebih bersifat langsung.
Birokrasi menjadi dipolitisir
dan legislatif atau partai sering mempengaruhi dan
intervensi. Pintu birokrasi harus terbuka
lebar yang diikuti
juga oleh pintu di
luar itu birokrasi.
Hal lain yang harus diperhatikan dalam birokrasi
terbuka yaitu prosedur baru dan organisasi yang sederhana.
2. Tantangan Reformasi Administrasi di Indonesia
Jika
dilihat reformasi administrasi Indonesia dan model
birokrasinya, maka birokrasi terbuka masih tetap relevan menunjukkan model
birokrasi Indonesia. Hal
ini ditandai dari
sudah terbukanya pola rekrutmen
yang relatif fleksibel, di mana birokrasi yang diisi oleh
Pegawai Negeri Sipil (PNS), dapat
diisi oleh orang-orang
dari luar PNS (walaupun
selanjutnya kemudian
diberikan status PNS),
asalkan memenuhi syarat yang
ditentukan. Hal ini
memungkinkan masuknya
orang-orang di sektor
swasta ke dalam pemerintah.
Sekalipun, pengaruh secara langsung partai
politik dijaga ketat
agar tidak terjadi dengan
berbagai peraturan yang mengatur kenetralan birokrasi.
Dengan kenyataan tersebut, maka
reformasi birokrasi yang tepat
untuk dilakukan dengan menyederhanakan organisasi.
Penyederhanaan organisasi terhadap ke-16 Kementerian/Lembaga dalam perspektif
Hahn Been Lee sudah tepat. Penyederhaan tersebut akan dapat
meningkatkan kinerja pemerintahan. Pekerjaan dilakukan secara efisien, dan
akibatnya penghematan anggaran apat digunakan untuk kegiatan pembangunan.
Akan
tetapi, Caiden memberikan peringatan bahwa
proses reformasi administrasi akan menimbulkan
banyak hambatan, antara lain:
1. Tidak ada
yang ingin mengoreksi
sistem adminitrasi yang sudah
berjalan, mungkin karena mereka
menganggap sistem itu merupakan
kenyataan yang sulit
untuk dirubah, atau masyarakat
tidak menyukai orang-orang yang
tidak tunduk pada
sistem yang berlaku.
2. Tidak adany
orang yang sanggup merumuskan rencana
perubahan dengan baik dan efektif. Untuk merumuskan proposal reformasi
diperlukan pengetahuan yang cukup.
Informasi yang dibutuhkan mungkin tidak
tersedia, tidak akurat,
tidak tepat atau terdistorsi,
atau tidak berguna sama sekali.
3. Tidak adanya
advokasi pembaharuan, tidak cukup
dukungan, dan tidak
ada pemimpin yang mau mengambil
alih inisiatif reformasi. Akar
masalahnya mungkin ekonomi
dan kurangnya sumber daya. Reformasi dianggap hanya akan
merugikan mereka yang mendapatkan dan
menikmati keuntungan dari sistem
seperti ini. Tidak adanya kepentingan
untuk memperbaiki kinerja administrasi
yang sudah ada karena administrasi dianggap tidak memiliki nilai,
sementara di lain sisi, kinerja rendah biasanya dapat diterima dan ditolerir.
Hal ini
disebabkan masalah sosial
atau ekonomi. Orang tidak
perduli pada sistem administrasi yang bobrok selagi
dirinya tidak dirugikan.
Caiden
juga menekankan bahwa
salah satu yang mempengaruhi
berjalannya reformasi
administrasi adalah politik.
Dalam sebuah negara demokrasi
dengan sistem multi
partai, administrasi
biasanya berada di
luar politik. Reformasi dapat
berjalan tanpa campur
tangan politik. Hubungan antara
reformasi administrasi dan
politik antara lain dinyatakan sebagai berikut: (1) Sistem pemerintah
daerah yang kuat
akan lebih gampang menerima
reformasi di daerah, akan
tetapi cenderung menjadi
penghambat reformasi di tingkat
nasional; (2) Bila
eksekutif dan legislatif dikuasai
oleh partai yang
sama, reformasi akan lebih
mudah diterima; (3)
Bila legislatif dikuasai oleh
partai yang berbeda, penolakan terhadap
reformasi akan lebih
terasa; (4) Pemerintah yang
dikuasai oleh satu
partai berkuasa akan lebih
mudah menerima reformasi ketimbang pemerintah
koalisi; (5) Sistem pemerintah yang berkuasa dengan
jaminan waktu berkuasa yang jelas akan lebih mudah menerima reformasi; (6)
Partai berideologi cenderung susah menerima
reformasi yang tidak
sejalan denga ideologinya; (7) Sistem politik yang lemah cenderung menolak
reformasi; (8) Demikian juga pimpinan politik yang kuat
cenderung akan berhasil dalam gerakan
reformasi ketimbang pimpinan politik
yang lemah; dan
(9) Sistem administrasi yang
dipengaruhi politik cenderung lebih susah
menerima reformasi ketimbang
yang tidak dipengaruhi politik.
Terkait dengan peran pimpinan politik,
ada sejarah negara yang berhasil melakukan reformasi administrasi karena
pimpinan politiknya, antara lain Singapura yang mampu menjadi
negara maju melalui reformasi administrasinya.
3. REKOMENDASI
Sebagai
sebuah negara yang
model birokasinya lebih terbuka, reformasi administrasi yang dilakukan
dengan melakukan perampingan organisasi
sudah tepat dilakukan.
Reformasi administrasi ini sudah
tentu akan mendapat berbagai macam
hambatan, terutama dari
segi politik, mengingat hadirnya koalisi dalam kabinet pemerintah.
Untuk
mengatasi hambatan politik tersebut, sudah
tentu peran pemimpin
politik, baik di tingkat
partai politik, terlebih
lagi dari Presiden yang
kuat, sangat dibutuhkan
untuk dapat memperlancar berjalannya
reformasi administrasi dalam menciptakan
birorasi yang dapat meningkatkan
kinerjanya untuk memberikan pelayanan
yang maksimal kepada masyarakat. Itu artinya, Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono saat ini
harus berani meneruskan rekomendasi dari
hasil audit evaluasi
organisasi yang dibentuk oleh
Wakil Presiden secara
cepat, tanpa kepentingan politik
menghadapi Pemilu 2014.
DPR-RI
sebagai lembaga politik,
dapat memberikan dukungan kepada
Presiden melalui Kementerian PAN
dan RB dalam
upaya merampingkan birokrasi di seluruh Kementerian/ Lembaga. Selain mempertanyakan pelaksanaan reformasi melalui
perampingan organisasi dalam rapat kerja juga melalui komitmen
penghematan anggaran
Kementerian/Lembaga dalam pembahasan anggaran
di Komisi dan
Badan Anggaran.
Kerjasama dengan
para akademisi dan pakar
atau ahli independen
sebagaimana dilakukan dalam reformasi
pada birokrasi model campuran tetap
dapat dilakukan dalam
kasus Indonesia. Hal ini mengingat kontribusi
mereka terhadap penguatan bagi pemimpin politik dalam mengambil keputusan
di tengah banyaknya kepentingan dari pihak koalisi di
kabinet.