Akuntabilitas
dapat hidup dan berkembang dalam lingkungan dan suasana yang transparan dan
demokratis serta adanya kebebasan dalam mengemukakan pendapat. Makna
pentinngnya akuntabilitas sebagai unsur utama good governance antara lain
tercermin dari berbagai kategori akuntabilitas.
Chandler
dan plano membedakan ada lima jenis akuntabilitas, yaitu (1) akuntabilitas
fisikal-tanggungjawab atas dana publik; (2) akuntabilitas legal-tanggungjawab
untuk mematuhi hukum; (3) akuntabilitas program-tanggungjawab untuk menjalankan
suatu program; (4) akuntanbilitas proses-tanggungjawab untuk melaksanakan
prosedur, dan (5) Akuntabilitas Outcome-tanggungjawab atas hasil[1].
Sheila
Elwood dalam Mardiasno mengemukakan ada empat jenis akuntabilitas, yaitu :
1) Akuntabilitas Hukum dan Peraturan, yaitu akuntabilitas
yang terkait dengan jaminan adanya kepatuhan terhadap
hukum dan peraturan lain yang diisyaratkan dalam penggunaan
sumber dana publik. Untuk
menjamin dijalankannya jenis auntabilitas ini perlu dilakukan audit
kepatuhan.
2) Akuntabilitas Proses,
yaitu akuntabilitas yang
terkait dengan prosedur
yang digunakan dalam melaksanakan
tugas apakah sudah
cukup baik. Jenis akuntabilitas ini dapat diwujudkan melalui
pemberian pelayanan yang
cepat, responsif, dan murah biaya.
3) Akuntabilitas Program, yaitu akuntabilitas yang terkait dengan perimbangan apakah tujuan yang
ditetapkan dapat dicapai dengan baik, atau apakah pemerintah daerah telah
mempertimbangkan alternatif program yang dapat memberikan hasil optimal dengan
biaya yang minimal.
4) Akuntabilitas Kebijakan, yaitu akuntabilitas yg terkait dengan pertanggungjawaban
pemerintah daerah dalam terhadap DPRD sebagai legislatif dan masyarakat luas. Ini artinya, perlu
adanya transparansi kebijakan sehingga masyarakat dapat melakukan penilaian dan
pengawasan serta terlibat dalam pengambilan keputusan.
Memperhatikan jenis-jenis
akuntabilitas seperti dikemukakan
Sheila Elwood diatas, maka
pejabat publik didalam
menjalankan tugas dan
tanggungjawabnya disamping harus berakuntabilitas menurut umum atau
peraturan, juga dalam proses pelaksanaan tugas dan tanggungjawabnya, dalam
program yang dimplementasikan, dan juga dalam kebijakan yang dibuat atau
dirumuskan.
Berbeda halnya
dengan Yango yang
menyatakan ada 4
jenis akuntabilitas, diantaranya
yaitu :
1) Traditional atau regulatory accountability. Dimaksudkan bahwa untuk mempertahankan
tingkat efisiensi pelaksanaan administrasi publik yang mengarah pada perwujudan
pelayanan prima, maka perlu akuntabilitas tradisional atau akuntabilitas
regular untuk mendapatkan informasi
mengenai kepatuhan pada peraturan yang berlaku terutama yang terkait dengan
aturan fisikal dan peraturan pelaksanaan administrasi publik disebut juga compliance accountability.
2) Managerial Accountability, yang menititberatkan pada efisiensi
dan kehematan penggunaan dana, harta kekayaan, sumber daya manusia, dan
sumber-sumber daya lainnya. Program
accountability, memfokuskan pada
penciptaan hasil operasi pemerintah. Untuk
itu, semua pegawai
pemerintah harus dapat
menjawab pertanyaan
disekitar penyampaian tujuan
pemerintah, bukan sekedar
ketaatan pada peraturan yang berlaku.
3) Process accountability,
memfokuskan kepada informasi
mengenai tingkat pencapaian kesejahteraan
sosial atas pelaksanaan
kebijakan dan aktivitas-aktivitas organisasi,
sebab rakyat yang nota
bene pemegang kekuasaan, selayaknya memiliki
kemampuan untuk menolak
kebijakan pemerintah yang nyatanya sudah merugikan mereka.
Dari berbagai
jenis akuntabilitas yang telah dipaparkan, maka penyelenggaraan pelayanan Izin
Mendirikan Bangunan termasuk dalam akuntabilitas proses menurut Sheila Elwood ,
yaitu akuntabilitas yang terkait
dengan prosedur yang digunakan
dalam menjalankan tugas
apakah sudah cukup
baik. Hal ini dapat diwujudkan
melalui penyelenggaraan pelayanan yang cepat, responsif dan murah biaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar