Kamis, 18 Juni 2015

Pelayanan yang Akuntabel

Terwujudnya good governance merupakan  tuntutan  bagi  terselenggaranya manajemen  pemerintahan  dan  pembangunan  yang berdayaguna  berhasil  guna  bebas dari  korupsi, kolusi dan  Nepotisme  (KKN). Secara  teoritis,  konsep  penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance) sangat relevan dengan konsep masyarakat madani  yang  pernah  diwujudkan  oleh  sistem  pemerintahan  nomokrasi  Islam  pada zaman  berlakunya  konstitusi  Madinah.  Dalam  masyarakat  madani  sistem penyelenggaraan  pemerintahan  dibangun  dalam  suatu  tatanan  yang  demokratis  dan responsif.  Pembangunan  suatu  pemerintahan yang mengandung unsur-unsurdemokratis dan responsif diperlukan suatu upaya yang relevan guna mewujudkan suatu tatanan pemerintahan yang demokratis dan responsif[1].

Dalam konteks pelayanan publik, Pelayanan umum oleh Lembaga Administrasi Negara  diartikan  sebagai  segala  bentuk  kegiatan  pelayanan  umum  yang dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara/Daerah dalam bentuk barang dan atau jasa baik dalam rangka upaya  kebutuhan  masyarakat  maupun  dalam  rangka  pelaksanaan  ketentuan peraturan perundang-undangan. “Pelayanan publik dengan demikian dapat diartikan sebagai  pemberian  layanan  (melayani)  keperluan  orang  atau  masyarakat  yang mempunyai  kepentingan  pada  organisasi  itu  sesuai  dengan  aturan  pokok  dan tata cara yang telah ditetapkan”[2].

Pada  dasarnya pelayanan  publik  mencakup  tiga  aspek,  yaitu    pelayanan barang,  jasa,  dan  administratif.  Wujud  pelayanan  administratif    adalah  layanan berbagai  perizinan,  baik  yang  bersifat  non  perizinan  maupun    perizinan.  Perizinan merupakan salah satu aspek penting dalam  pelayanan   publik ,salah satunya  ialah perizinan mengenai Izin mendirikan Bangunan.

Pelayanan  perizinan  adalah  segala  bentuk  tindakan    yang  dilakukan  oleh pemerintah kepada masyarakat yang bersifat legalitas atau melegalkan kepemilikan, hak, keberadaan, dan kegiatan individu atau  organisasi , sehinnga Izin Mendirikan Bangunan merupakan izin  yan  diberikan  untuk  melakukan  kegiatan  membangun yang  dapat  diterbitkan  apabila  rencana  bangunan  dinilai  telah  sesuai  dengan ketentuan yang meliputi aspek pertahanan, aspek planalogis (perencanaan), aspek  teknis, aspek kesehatan, aspek kenyamanan, dan aspek lingkungan[3].

Berdasarkan keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor KEP/26/M.PAN/2/2004 Tanggal 24 Februari 2004 tentang Teknik Transparansi dan Akuntabilitas Penyelenggaraan Pelayanan Publik, penyelenggaraan pelayanan publik  harus dapat dipertanggungjawabkan, baik kepada publik maupun kepada atasan/pimpinan unit pelayanan instansi pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, diantaranya tentang prinsip-prinsip penyelenggaraan pelayanan publik yang meliputi[4] :
1)            Kesederhanaan : prosedur pelayanan publik tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan.
2)             Kejelasan :
a.             Persyaratan teknis dan administrasi pelayanan publik
b.             Unit kerja/pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab dalam  memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan atau persoalan/sengketa dalam pelaksanaan pelayanan publik
c.              Rincian biaya pelayanan publik dan tata cara pembayaran.
3)            Kepastian dan tepat  waktu : pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan
4)            Akurasi : produk pelayanan publik dikerja dengan benar, tepat, dan sah.
5)            Tidak diskriminatif : tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, gender dan tatus ekonomi.
6)            Bertanggungjawab : pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk bertangungjawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik.
7)            Kelengkapan  sarana  dan  prasarana  :  tersedianya  sarana  dan  prasarana kerja,  peralatan  kerja  dan  pendukung  lainnya  yang  memadai  termasuk penyediaan sarana teknologi telekomunikasi dan informatika.
8)            Kemudahan akses : tempat dan lokasi serta sarana  pelayanan  yang memadahi,  mudah dijangkau oleh  masyarakat dan dapat memanfaatkan teknologi komunikasi dan informasi.
9)            Kejujuran :  cukup jelas
10)       Kecermatan : hati-hati, teliti dan telaten
11)       Kedisiplinan, kesopanan, dan keramahan : aparat penyelenggara pelayanan harus  disiplin, sopan, ramah, dan memberikan pelayanan dengan ikhlas, sehingga penerima pelayanan merasa dihargai hak-haknya
12)       Keamanan dan kenyamanan : proses dan produk pelayanan publik dapat memberikan rasa aman, nyaman dan kepastian hukum.
Akuntabilitas  juga  salah  satunya  dapat  dilihat  sebagai  faktor  pendorong  yang menimbulkan tekanan kepada faktor-faktor terkait untuk  bertanggungjawab  atas pelayanan  publik  dan  jaminan  adanya  kinerja  pelayanan  publik  yang  baik.  Frank Bealey mengatakan bahwa dengan akuntabilitas berarti[5] :
“(1) to be in position of stewardship and thus to be called to order or expected to answer question about one’s subordinates; (2) accountable means ‘censurable’ or ‘dismissable’; (3) accountability is usually regarded as an ingredient of democracy”
Jadi,  menurut  Bealey,  bertanggungjawab  (akuntabel),  apabila  dalam  posisi sebagai pelayanan dan mampu menjelaskan apa yang telah dikerjakan. Disamping, akuntabilitas sebagai salah satu unsur penting dari demokrasi. 
Kontrol dari masyarakat merupakan faktor penting dalam menjelaskan akuntabilitas dalam penyelenggaraan pelayanan publik, karena esensi  akuntabilitas  adalah Kontrol.”kondisi  yang  terjadi  selama  ini  adalah  dominasi  birokrasi  dalam penyelenggaraan Negara telah mengerdilkan kekuatan lain dalam masyarakat sehingga birokrasi lepas dari kontrol masyarakat”. Situasi demikian mengakibatkan pelayanan publik  diselenggarakan  lepas dari kendali  masyarakat  sehingga  nilai-nilai  dan  norma-norma  penyelenggaraan  seringkali  tidak  sesuai  dengan  keinginan  atau  harapan masyarakat.
Akar demokrasi adalah tuntutan terhadap akuntabilitas dan tanggungjawab publik  para  menteri  dan  pegawai  publik.. Friedrich  menyarankan  pandangan bahwa  akuntabilitas  administrasi  tidak  dapat  dicapai  melalui  institusi  kontrol  legal-formal  dan  bahwa  kualitas  administrasi,  dan  kebijakan  tergantung  pada  norma internal yang mengatur pemahaman pejabat tentang kewajiban terhadap masyarakat  dan  pemahamannya  tentang  tanggungjawab  professional.  Finer menyatakan  bahwa  akuntabilitas  harus  formal  dan  merujuk  pada  cara  kontrol eksternal.  Yang  jelas  kedua  dimensi  tanggungjawab  dan  akuntabilitas  sangat penting bagi pemerintahan yang demokratis.



[1]  Prof.Dr. Faisal Abdullah, S.H., M.Si. op. cit., h. 3-4.
[2]  Prof.Dr.  Lijan  Poltak  Sinambela  dkk,  “  Reformasi  Pelayanan  Publik  :  Teori,  Kebijakan,  dan Implementasi” (Cet.5; Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008), h. 5.
[3]  Shahnaz Kameswari, “Efektivitas  Pelayanan Izin Mendirikan Bangunan pada Dinas Pemukiman dan Tata Ruang Kabupaten tana Toraja” (Skripsi; Universitas Hasanuddin Makassar, 2012), h. 39
[4]  Drs. H. Surjadi, M. Si., op. cit.,  h. 65-66                                                                                                
[5]  Dr.H Manggaukang Raba, op. cit., h. 79-80

Tidak ada komentar:

Posting Komentar